RESUME
PENDEKATAN
SUPERVISI
( PARADIGMA KATEGORI GURU DAN PENDEKATAN SUPERVISI YANG DIGUNAKAN )
ELVA RIWAN
95827 / 2009
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur saya ucapkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas Ini dengan judul “guru ideal” dalam mata pendekatan supervise.
saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan resume ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tugas-tugas berikutnya. akhir kata, kami berharap semoga resume ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Padang, 19 Februari 2012
Penulis
PARADIGMA
KATEGORI GURU DAN PENDEKATAN SUPERVISI YANG DIGUNAKAN
A. PARADIGMA KATEGORI GURU
Paradigma
memiliki dua makna, yaitu:
1.
Pertanyaan
yang terus menerus dipertanyakan atau pertanyaan yang selalu berulang.
2.
Paradigma
merupakan suatu model analisis.
Guru
dalam konteks pemahaman tentang hakekat manusia yaitu manusia sebagai ciptaan
tuhan punya kemungkinan untuk berkembang, serta manusia memiliki identitas
seperti identitas individual, moral dan sosial
Wolfgang
dan Glickman, 1986. Di dalam membina dan mengembangkan profesi guru ada dua
kemampuan dasar yang bersumber dari hakekat manusia yaitu :
1. tingkat berpikir abstrak
Berikut
ini adalah pendapat beberapa ahli mengenai berpikir abstrak, yaitu:
a.
Harvey
(1996), Hunt dan Joyce (1967) menyatakan bahwa guru yang tingkat perkembangan
kognitifnya tinggi, akan berpikir lebih abstrak, imaginatif, kreatif dan
demokratis. Mereka akan lebih fleksibel melaksanakan tugasnya. Guru yang
memilki pemahaman konseptual yang tinggi terhadap masalah pendidikan, kurang
mengalami gangguan dan mempunyai relasi yang lebih positif dengan siswa maupun
dengan teman sejawat.
b.
glassbergs
(1979), menyimpulkan hasil risetnya bahwa guru-guru yang tingkat berpikir
abstraknya tinggi memiliki daya adaptasi dan gaya mengajar yang fleksibel,
mereka lebih supel dan mampu menggunakan berbagai model mengajar sebab mengajar
yang efektif memerlukan pemahaman bentuk tingkah laku yang sangat kompleks.
c.
Oja
(1978), dalam risetnya menyatakan bahwa guru-guru yang tingkat berpikir
abstraknya tinggi dapat melihat berbagai kemungkinan dan mampu menggunakan
berbagai cara dalam mencari alternative model mengajar, lebih konsekuen dan
efektif dalam menghadapi siswa-siswanya. Kemampuan guru berdiri di depan kelas
untuk menjelaskan persoalan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar yang
mencakup : kegiatan manajemen kelas, mengatasi masalah disiplin, menciptakan
iklim yang menyenangkan, menghadapi prilaku siswa, semuanya dapat diatasi
dengan mencari berbagai alternative pemecahan masalah. Hal tersebut merupakan
hasil dari suatu proses berpikir imaginative dan kreatif. Berpikir abstrak dan
imajinatif merupakan kemampuan untuk memindahkan konsep, visualisasi,
mengidentifikasi, dan mengumpulkan data.
Berikut
ini adalah matrik yang menguraikan tingkat berpikir abstrak.
Yang rendah
|
Yang sedang
|
Yang tinggi
|
|||
1.Bingung bila menghadapi masalah
|
1. dapat memecahkan suatu masalah
|
1. dalam menghadapi masalah selalu dapat mencari
alternatif pemecahan masalah
|
|||
2 2. Tidak mengetahui cara
bertindak bila menghadapi masalah
|
2. dapat menafsir satu atau dua kemungkinan pemecahan
masalah
|
2. dapat menggeneralisasikan berbagai alternative dalam
memecahkan masalah
|
|||
33. selalu berkata tak bisa
tolonglah saya
|
3. mengalami berbagai gangguan bila memikirkan suatu
program yang bersifat komprehensif.
|
||||
2. Tingkat komitmen
Guru tidak hanya memiliki tingkat berpikir yang abstrak
tetapi juga harus memiliki tingkat komitmen. Komitmen adalah kecenderungan
untuk merasa terlibat aktif dengan penuh tanggung jawab. Komitmen lebih luas
dari keperdulian karena dalam pengertian komitmen mencakup penggunaan waktu dan
usaha yang cukup banyak (Glickman, 1981).
Selain Glickman, ada pendapat beberapa ilmuan yang lain
yaitu:
1)
Gail
Sheeby (1976), ia melukiskan tentang sikap hidup seseorang dalam memilih
kariernya. Guru muda sangat berambisi dalam berkarier. Mereka selalu ingin
mencapai puncak ide, tetapi guru yang sudah lanjut usia semangatnya berkurang.
2)
Maslow
(1986), membahas tentang perkembangan hierarki kebutuhan manusia. Ia
berpendapat bahwa motivasi untuk bertindak itu berakar pada kebutuhan manusia,
yang dimulai dari kebutuhan biologis sampai dengan aktualisasi diri. Dalam
proses belajar mengajar terjadi proses identififkasi diri yang terjadi antara
pengajar dan subyek didik.
3)
Erickson
(1963), dalam perspektif psikoanalitik mengklasifikasikan tingkat perkembangan
perilaku guru dalam bentuk saling berhadapan yaitu: percaya versus tidak
percaya, otonomi versus malu, inisiatif versus rasa tak mampu, rajin berusaha
versus rasa harga diri kurang, identitas diri versus ragu-ragu, kedekatan
versus isolasi, pemusatan versus pemencaran, integritas versus kepekaan.
4)
Loevinger
(1976), menyatakan bahwa dalam diri manusia ada kecenderungan yang bersifat
egosentrik yang dapat dikembangkan kearah yang lebih manusiawi yaitu
memperhatikan kepentingan orang lain.
Seorang pioneer studi longitudinal yang bernama Francis
Fuller (1969), memberi kesimpulan tentang guru yaitu setiap saat para guru
harus meningkatkan komitmen dan keperduliannya terhadap setiap perubahan dalam
tugas profesinya.
Perilaku guru yang mempunyai komitmen dapat digambarkan
sebagai berikut:
Rendah
|
Tinggi
|
1. kurang memperdulikan masalah-masalah siswa
2. kurang menyediakan waktu dan tenaga untuk memikirkan
masalah yang berhubungan dengan tugasnya
3. hanya memperdulikan tugas-tugas rutin
4. kurang memperdulikan tugas pokok
|
1. punya keperdulian untuk siswa dan rekan sejawat
2. selalu menyediakan waktu dan tenaga yang cukup untuk
membantu siswa
3. dapat memperdulikan rekan sejawat dan atasan langsung
4. selalu memperdulikan tugas pokok
|
3. Paradigma kategori guru
Tingkat berpikir abstrak dan tingkat komitmen dapat dipakai
sebagai dasar dalam mengadakan assessment terhadap guru secara individual.
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan paradigm atau
model analisis sebagai berikut:
Guru yang
memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen rendah (Kuadran I guru
yang drop out) pendekatan supervisi yang tepat adalah direktif. Supervisor
banyak mengarahkan guru. Kegiatannya menginformasikan, mengarahkan, menjadi
model, menetapkan patokan tingkah laku, dan menilai serta menggunakan insentif
sosial dan material.
Guru yang
memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (Kuadran II guru
kerjanya tak berfokus) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi
namun komitmennya rendah (Kuadran III guru yang pengamat analitik) pendekatan
supervisi yang cocok adalah kolaboratif. Supervisor berkolaborasi dengan guru.
Kegiatan supervisor adalah mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang
menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap
sasaran supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan masalah,
bernegosiasi dengan guru.
Guru yang
memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi (Kuadran IV
guru profesional) pendekatan supervisi yang tepat adalah nondirektif. Kegiatan
supervisor adalah mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru,
membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru.
- Beberapa Pendekatan dalam Pembinaan Guru
Perkembangan
supervisi pendidikan tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teori manajemen.
Supervisi melandasi dirinya pada pandangan tertentu yang selalu berkembang
menuju kesempurnaan. Pandangan tersebut menyebabkan munculnya berbagai
pendekatan yang mewarnai konsep dan praktik supervisi. Pelaksanaan supervisi
didasarkan pada salah satu atau kombinasi dari teori manajemen yakni scientific
management, human relations, dan human resources
(Burhanuddin dkk, 2007:12-13).
Pendekatan scientific
management melukiskan pandangan klasik supervisi pendidikan yang
otokratis (Burhanuddin dkk, 1995). Guru dianggap sebagai alat manajemen dan
dipakai untuk melaksanakan segala kewajiban yang telah ditentukan sesuai dengan
keinginan manajemen. Pengawasan, efisiensi, dan pertanggungjawaban guru sangat
dipentingkan. Situasi hubungan antara guru dan supervisor seperti majikan dan
pembantu.
Supervisi
berdasarkan human relations merupakan tantangan paling berhasil
terhadap pandangan scientific management. Guru dipandang sebagai
manusia yang utuh (whole people) dan memiliki hak pribadi bukan
sekedar paket energi, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan oleh supervisor.
Supervisor bekerja untuk menciptakan suatu kepuasan pada guru dengan cara
menunjukkan perhatian pada guru sebagai manusia utuh. Partisipasi dijadikan
sebagai metode penting dengan tujuan membuat guru agar mempunyai perasaan bahwa
mereka penting dan berguna bagi sekolah. Burhanuddin dkk (1995) berpendapat
perasaan pribadi dan hubungan yang menyenangkan merupakan semboyan pendekatan human
relations.
Pandangan
human resources
memandang kepuasan sebagai tujuan yang diinginkan ke arah mana guru akan
bekerja (Burhanuddin, 2007:13). Kepuasan diperoleh apabila segala aktivitas
telah dikerjakan dengan berhasil dan keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan
merupakan komponen kunci daripada efektivitas sekolah. Supervisor yang
menggunakan pendekatan human resources selalu melibatkan guru
dalam proses pengambilan keputusan karena potensi yang mereka diasumsikan mampu
meningkatkan efektivitas sekolah. Suatu keputusan yang baik dan komitmen guru
yang tinggi terhadap keputusan yang diambil akan menjamin meningkatnya
efektivitas kegiatan sekolah.
Supervisi
pengajaran merupakan bagian dari supervisi pendidikan. Tujuan dari supervisi
pengajaran adalah peningkatan mutu pengajaran melalui perbaikan mutu guru dan
pembinaan terhadap kemampuan gurunya. Dalam pelaksanaannya, supervisi
pengajaran berkembang melalui pendekatan yang memiliki pijakan ilmu tertentu.
Pendekatan yang dimaksud yaitu ilmiah, artistik, dan klinis (Sergiovanni,
1982). Disamping itu ada juga pendekatan yang bertitik tolak pada psikologi
belajar, yaitu psikologi humanistik, kognitif, dan behavioral. Pendekatan yang
muncul yaitu nondirektif, kolaboratif, dan direktif (Glickman, 1981).
Pendekatan
ilmiah memiliki indikator keberhasilan mengajar dilihat dari komponen dan
variabel proses pembelajaran. Sehingga pusat perhatian pendekatan ilmiah lebih
ditekankan pada pengembangan komponen pembelajaran secara keseluruhan.
Pendekatan ilmiah berkaitan dengan efektivitas pengajaran. Pengajaran dipandang
sebagai ilmu (science), sehingga perbaikan pengajaran dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah. Guna meningkatkan dan mengupayakan perbaikan
pengajaran maka menurut Burhanuddin dkk (2007:15-16) supervisor yang
menggunakan pendekatan ilmiah dituntut dapat melaksanakan hal-hal yaitu 1)
mengimplementasikan hasil temuan para peneliti, 2) bersama-sama dengan peneliti
mengadaka penelitian dibidang pengajaran dan hal lain yang bersangkutpaut
dengannya, dan 3) menerapkan metode ilmiah dan mempunyai sikap ilmiah dalam
menentukan efektivitas pengajaran.
Pendekatan
artistik melihat berhasil tidaknya pengajaran dan usaha meningkatkan mutu guru
banyak menekankan pada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan supervisor (Eisner
dalam Sergiovanni, 1982). Supervisor diharapkan dapat mengapresiasi kejadian
pengajaran yang bersifat subtleties (lembut) dan bermakna di dalam
kelas. Pengajaran di dalam kelas, dengan demikian dilihat secara ekspresif,
puitis, dan bahkan dengan menggunakan bahasa simbol dan kiasan. Pendekatan
artistik menempatkan supervisor sebagai instrumen observasi dalam mencari data
untuk keperluan supervisi. Oleh karena itu supervisor sendiri yang ditempatkan
sebagai instrumennya, maka supervisor yang membuat pemaknaan atas pengajaran
yang sedang berlangsung.
Pendekatan
klinis menekankan pada kesejawatan antara supervisor dan guru (Goldhammer dalam
Sergiovanni, 1982). Keberhasilan pengajaran banyak ditentukan oleh guru dalam
penampilannya di kelas. Penentuan peningkatan kemampuan guru telah didahului
dengan kontrak (kesepakatan) antara guru dan supervisor, kemampuan apa yang
perlu diamati untuk ditingkatkan. Titik tolak pembinaan didasarkan atas
kebutuhan guru. Supervisi klinis sifatnya lebih ke arah yang khusus dan
terbatas pada aspek tertentu yang dibutuhkan dalam pengajaran guru. Triyono
(2009) berpendapat supervisi klinis adalah bantuan profesional yang diberikan
pada guru berdasarkan kebutuhan dengan beberapa siklus tertentu dan melibatkan
guru sebagai target utama. Ada tiga siklus dalam pelaksanaan supervisi klinis,
meliputi pertemuan awal, observasi, dan pertemuan balikan.
Pendekatan
nondirektif, kolaboratif, dan direktif dilaksanakan berdasar kondisi dan
perkembangan kemampuan guru yang disupervisi. Glickman menekankan dua aspek
yaitu derajat komitmen dan abstraksi guru. Berdasarkan dua aspek ini guru
dikategorikan dalam empat kelompok (kuadran). Adapun hubungan paradigma
kategori guru dengan pendekatan yang digunakan supervisor seperti pada Gambar
1.
Guru yang
memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen rendah (Kuadran I guru
yang drop out) pendekatan supervisi yang tepat adalah direktif. Supervisor
banyak mengarahkan guru. Kegiatannya menginformasikan, mengarahkan, menjadi
model, menetapkan patokan tingkah laku, dan menilai serta menggunakan insentif
sosial dan material.
Guru yang
memiliki derajat abstraksi rendah dan derajat komitmen tinggi (Kuadran II guru
kerjanya tak berfokus) atau guru yang memiliki derajat abstraksi yang tinggi
namun komitmennya rendah (Kuadran III guru yang pengamat analitik) pendekatan
supervisi yang cocok adalah kolaboratif. Supervisor berkolaborasi dengan guru.
Kegiatan supervisor adalah mempresentasikan persepsinya mengenai sesuatu yang
menjadi sasaran supervisi, menanyakan guru mengenai persepsinya terhadap
sasaran supervisi, mendengarkan guru, mengajukan alternatif pemecahan masalah,
bernegosiasi dengan guru.
Guru yang
memiliki derajat abstraksi tinggi dan juga derajat komitmen tinggi (Kuadran IV
guru profesional) pendekatan supervisi yang tepat adalah nondirektif. Kegiatan
supervisor adalah mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan dengan guru,
membangkitkan kesadaran sendiri, bertanya dan mengklarifikasi pengalaman guru.
- Supervisi Kolektif
Glatthorn
(1990) menggunakan ungkapan pengembangan kerjasama profesional untuk
menguraikan proses kolektif di mana para guru bersedia bekerja sama untuk
pengembangan profesional mereka sendiri. Glatthorn mengemukakan istilah
supervisi panutan atau supervisi kolektif, pendekatan ini menyarankan para guru
berkomunikasi satu sama lainnya saling mengawasi di dalam suatu manajemen.
Pengembangan kerjasama profesional adalah suatu strategi nonevaluasi kepada
para guru untuk membantu satu sama lain sebagai rekan kerja sama profesional.
Glatthorn (1990) mendefinisikan supervisi kolektif sebagai proses yang disusun
di mana dua atau lebih guru menyetujui bekerja bersama-sama untuk pertumbuhan
profesional, yang pada umumnya dilakukan dengan pengamatan kelas satu sama
lain, memberi umpan balik satu sama lain tentang pengamatan, dan berdiskusi
tentang profesi mereka.
Pengembangan
kerjasama profesional atau supervisi secara kolektif dapat mengambil banyak
format berbeda. Dalam beberapa sekolah, para guru dapat terorganisir ke dalam
beberapa tim. Saat pembentukan tim, guru berkesempatan memilih dengan siapa
mereka suka bekerja. Satu anggota terpilih sebagai ketua, tetapi tidak kaku
untuk pemilihan tim. Ketika membentuk, tim boleh memilih untuk bekerja sama
pada sejumlah kegiatan mengenai supervisi klinis secara intensif dan proses
informal. Seperti antartim guru saling mengamati kelas satu sama lain dan memberikan
bantuan menurut keinginan dari guru yang sedang diamati.
Guru yang lain
kemudian, memberi umpan balik informal dan jika tidak mendiskusikan isu
pengajaran yang penting menurut pertimbangan mereka. Suatu pendekatan yang
bersandar pada unsur-unsur dan disain langkah-langkah pengajaran yang boleh
jadi digunakan pada kesempatan yang lain. Dalam hal ini penekanan pada
pengajaran sedikit dipusatkan pada isu spesifik yang dikenali oleh guru. Pada
kesempatan yang lain penekanan tidak dipusatkan dalam rangka mempersiapkan
untuk memberikan pengajaran umum. Guru berdiskusi terlebih dahulu untuk
memutuskan aturan dan isu dari hasil pengamatan dan untuk menentukan rapat
berikutnya.
Ini merupakan
suatu gagasan yang baik untuk secara kolektif supervisi meluas di luar pengamatan
kelas. Untuk itu perlu suatu aturan di mana para guru secara informal
mendiskusikan permasalahan mereka hadapi, berbagi gagasan, bantuan satu sama
lain dalam menyiapkan pelajaran, pertukaran strategi, dan memberikan dukungan
lain ke satu sama lain. Beberapa usul utama untuk menerapkan supervisi secara
kolektif disiapkan dengan presentasi materi.
Glatthorn
(1990) mendeskripsikan petunjuk penerapan supervisi kerjasama atau supervisi
kolektif adalah:
- Para guru berhak berbicara dalam memutuskan dengan siapa mereka bekerja,
- Perlu pertanggungjawaban akhir untuk menentukan tim pengawasan bersama-sama,
- Struktur (pengawasan kolektif merupakan tim yang cukup formal untuk memelihara arsip dan bagaimana penjelasan nonevaluatif) aktivitas pengawasan. Catatan ini harus disampaikan tiap tahun anggota,
- Prinsip menyediakan sumber daya yang diperlukan dan administratif yang memungkinkan tim pengawasan kolegial berfungsi secara normal. Sebagai contoh sukarelawan untuk kelas yang membutuhkan, atau untuk menyusun pengganti jika dibutuhkan, atau untuk penyesuaian jadwal inovatif yang memungkinkan anggota tim untuk bekerja sama,
- Jika informasi yang didapatkan tim tentang mengajar dan pelajaran dipertimbangkan menjadi bahan evaluatif, perlu berdiskusi dengan tim, membahas informasi dan data tentang pembelajaran,
- Tidak perlu mencari data evaluasi dari seorang guru tentang yang lain,
- Masing-masing guru diharapkan untuk memelihara pertumbuhan profesional yang mencerminkan praktik dan tumbuh secara profesional sebagai hasil aktivitas pengawasan kolegial,
- Perlu pertemuan tim pengawasan kolektif sedikitnya sekali setahun untuk tujuan penilaian umum dan untuk pembagian informasi dan kesan tentang proses pengawasan kolegial,
- Perlu pertemuan individual sedikitnya sekali setahun dengan anggota tim pengawasan kolektif untuk mendiskusikan pertumbuhan profesionalnya dan untuk menyediakan bantuan dan dorongan yang diperlukan,
- Biasanya, tim baru dibentuk pada tahun kedua atau ketiga.
- Supervisi Pribadi secara Langsung
Pilihan lain
yang dikemukakan oleh Glatthorn (1997) pada penetapan suatu sistem yang berbeda
adalah apa yang disebut dengan pengembangan pribadi. Di sini para guru bekerja
sendiri dan merasa bertanggung jawab untuk pengembangan profesional mereka
sendiri. Guru mengembangkan rencana tahunan yang berisi tujuan atau target
untuk memperoleh penilaian tentang kebutuhan mereka sendiri. Guru mengembangkan
rencana tahunan yang berisi tujuan atau target untuk memperoleh penilaian
tentang kebutuhan mereka sendiri.
Guru diberikan
banyak waktu luang dalam mengembangkan rencana, tetapi supervisor perlu
memastikan bahwa rencana dan target yang terpilih adalah yang dapat dicapai dan
realistis. Pada akhir suatu periode tertentu, seperti pada umumnya, guru dan
supervisor mendiskusikan kemajuan guru untuk menemukan target pengembangan
profesional. Guru diharapkan menyediakan beberapa format dokumentasi (buku
praktik, jadwal, foto, dan contoh pekerjaan siswa) yang menggambarkan kemajuan.
Pertemuan (konferensi) ini kemudian memacu ke arah pembuatan target baru untuk
pengembangan profesional individu berikutnya.
Sejumlah
permasalahan dihubungkan dengan pendekatan supervisi dengan menentukan target
yang sulit dicapai. Seperti supervisor terkadang mempertahankan target tertentu
dan terkadang memaksakan target lain kepada guru. Menerapkan suatu sistem
dengan target yang telah dirancang terfokus pada evaluasi dan guru dibatasi
untuk mengantisipasi masalah umum yang dikatakan sebelumnya. Ketika hal ini
terjadi, tenaga dan konsentrasi guru diarahkan untuk mencapai target, dan hal
penting lain yang tidak ditargetkan dapat dilalaikan. Pengaturan target
dimaksudkan untuk membantu dan memudahkan, tidak untuk merintangi proses
peningkatan diri.
Neagley dan
Evan (1980) menyatakan pendekatan individu dalam supervisi adalah ideal para
guru untuk bekerja sendiri atau yang oleh karena penjadwalan atau berbagai
kesulitan lain, tidak mampu untuk bekerja dengan guru lain. Pilihan supervisi
pada masalah ini adalah dapat menggunakan waktu dengan efisien dan lebih
menuntut kepercayaan orang lain dibandingkan dengan pilihan lain. Karena
pertimbangan ini supervisi pribadi secara langsung dilakukan dengan pendekatan
praktis. Pendekatan ini idealnya disesuaikan untuk para guru yang mampu dan
berkompeten.
Guru dalam
pengembangan profesionalnya secara individual atau bekerja sendiri tetap
berkonsultas dengan supervisor. Danielson (2000) mengemukakan faktor yang harus
diperhatikan guru dalam berkonsultasi ialah:
- Penentuan kegiatan dalam pembelajaran dan pencapaian/prestasi belajar siswa (student achievement),
- Aksi (kegiatan) khusus, metode, strategi, dan proses pengumpulan data yang berkaita dengan kegiatan pembelajaran (sebagai refleksi diri dan bahan konsultasi selanjutnya),
- Penentuan sumber daya/media yang digunakan selanjutnya.
Glatthorn
(1997) mendeskripsikan petunjuk untuk menerapkan supervisi individual adalah:
- Penentuan target. Didasarkan pada pengamatan tahun terakhir, konferensi, ringkasan laporan, pelaksanaan supervisi klinis, atau alat-alat lain dari penilaian pribadi, para guru mengembangkan target atau tujuan yang akan mereka harapkan dalam meningkatkan tugas yang mereka emban. Target harus sedikit, jarang melebihi lima atau enam dan lebih baik membatasi dua atau tiga. Perkiraan batasan waktu harus disediakan masing-masing target, kemudian berdiskusi dengan supervisor, merencanakan untuk mempersiapkan kegiatan informal dengan mengumpulkan guru,
- Meninjau ulang target. Setelah meninjau ulang masing-masing target dan memperkirakan batasan waktu, hal-hal yang prinsip dipersiapkan guru dalam bentuk tulisan. selanjutnya membuat jadwal konferensi untuk mendiskusikan target dan rencana,
- Menentukan target konferensi. Pertemuan untuk mendiskusikan target, batasan waktu, dan reaksi, guru supervisor utaman meninjau kembali target jika sesuai. Mungkin saja suatu gagasan perbaikan supervisor kepada guru dalam bentuk ringkasan tulisan menyangkut konferensi itu. Supervisor dan guru akan lebih baik jika menyiapkan ringkasan tertulis bersama-sama,
- Proses penilaian. Kesimpulan penilaian dimulai dari penentuan target konferensi dan dilanjutkan ke batasan waktu yang disetujui. Umumnya spesifik dari proses penilaian tergantung pada tiap target dan bisa meliputi pengamatan kelas informal dan formal, suatu analisa kelas artifak, evaluasi siswa, analisis interaksi, dan informasi lain. Guru bertanggung jawab mengumpulkan informasi penilaian dan menyusun material ini dalam suatu laporan untuk didiskusikan dan ditinjau ulang oleh supervisor,
- Ringkasan penilaian. Supervisor bersama guru meninjau ulang laporan penilaian. Sebagai bagian dari proses ini, supervisor menafsirkan masing-masing target, supervisor dan guru secara bersama-sama merencanakan siklus supervisi individu berikutnya (supervisi pribadi langsung).
- Supervisi Informal
Suatu bentuk
berbeda dari sistem supervisi adalah supervisi informal. Supervisi
informal adalah suatu peristiwa pertemuan secara kebetulan antara para
supervisor dengan para guru di tempat kerja dan ditandai oleh seringnya
pengamatan informal dan ringkas para guru. Secara khusus supervisi ini tidak
ada perjanjian untuk bertemu dan
kunjungan tidak
diumumkan. Kesuksesan supervisi informal memerlukan penerimaan oleh para guru.
Pendekatan
informal berasumsi bahwa para supervisor utama tentu saja memimpin atau guru
berhak dan bertanggung jawab dari semua pengajaran yang berlangsung di dalam
sekolah. Supervisor adalah mitra bagi guru di tiap-tiap kelas untuk setiap
situasi pembelajaran. Manakala supervisi informal dilakukan dengan baik pada
tempatnya, para supervisor utama dipandang dapat memberikan pembinaan secara
umum kepada guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran.
Supervisi
informal tidak dapat dianggap sebagai suatu pilihan untuk para guru. Glatthorn
(1990) berpendapat bahwa suatu sistem supervisi yang berbeda diperlukan oleh
para guru untuk mengambil bagian di dalam supervisi informal. Sebagai tambahan
terhadap supervisi informal terlibat di dalamnya merupakan pendekatan tambahan
seperti klinis, secara kolektif, atau supervisi individu. Di dalam memilih
pilihan tambahan, para supervisor utama harus mengakomodasi pilihan guru tetapi
bertanggung jawab untuk memutuskan kesesuaian dari suatu pilihan dan tentu saja
perlu memberikan hak penuh terhadap guru untuk menentukan pilihan.
Walaupun
supervisi informal terjadi secara kebetulan, dialog yang dilakukan merupakan
dialog profesional tentang berbagai hal berkaitan dengan perbaikan pengajaran.
Selama berlangsungnya supervisi informal supervisor diharapkan dapat berperan
sebagai konsultan yang edukatif atau narasumber yang berpikiran terbuka serta
menjadi pendengar yang baik.
Berdasarkan
proses terjadinya supervisi informal yang secara kebetulan, maka menurut Stones
(2003) supervisor dituntut untuk memiliki kemampuan pedagogik (pedagogical
skills) yaitu co-operative exploration
(mengeksplorasi atau menyelidiki guru sedalam mungkin), heuristics in
skill learning (memahami cara guru belajar secara heuristik), teaching
concepts (memahami konsep mengajar guru), learning theory
(teori belajar), co-operative supervision (bekerja sama
dalam pelaksanaan supervisi), dan teaching skills a perspective
(memahami perspektif/sudut pandang proses guru mengajar).
- Bentuk Supervisi Kolegial
Supervisi
kolegial yang menekankan pada proses interaksi antara guru satu dengan guru
lainnya yang terbentuk dalam suatu kelompok/tim. Beberapa teknik yang termasuk
dalam supervisi kolegial menurut Burhanuddin (2007) adalah musyawarah guru mata
pelajaran, rapat dewan guru, penataran, dan kunjungan antarkelas.
- Musyawarah guru mata pelajaran
Musyawarah guru
mata pelajaran (MGMP) merupakan teknik supervisi yang bersifat kelompok
berupaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil kegiatan pembelajaran
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tujuan supervisi pembelajaran adalah
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam meningkatkan proses dan
hasil belajar melalui pemberian bantuan yang terutama bercorak layanan
profesional kepada guru. Kegiatan MGMP menurut Soetopo dan Soemanto
(1984:40-41) dapat membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar siswa,
menggunakan media pembelajaran yang berbasis teknologi informasi, menilai
kemampuan belajar siswa, dan dalam pembuatan rencana pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Penyelenggaraan MGMP sesuai dengan prinsip-prinsip supervisi
yaitu ilmiah, demokratis, kooperatif, dan konstruktif.
Keilmiahan MGMP
mencakup sistematis, obyektif, dan menggunakan instrumen. Sistematis MGMP
dilaksanakan secara teratur, kontinyu, dan berencana. Obyektif MGMP
diselenggarakan tidak berdasarkan pemikiran pribadi melainkan bersama-sama.
Demokratis MGMP menjunjung tinggi asas musyawarah dan terdapat adanya
kekeluargaan dengan menerima pendapat orang lain. Kooperatif seluruh anggota
MGMP bekerja sama dalam mengembangkan dan meningkatakan kualitas guru dalam
mengajar. Konstruktif dan kreatif yaitu dengan mendorong dan membina inisiatif
guru dalam mengembangkan proses belajar mengajar yang lebih baik
- Rapat dewan guru
Rapat dewan
guru merupakan pertemuan antara semua guru dan kepala sekolah. Rapat dipimpin
oleh kepala sekolah atau yang ditunjuk. Rapat dewan guru dimanfaatkan untuk
membicarakan berbagai hal yang menyangkut penyelenggaraan pendidikan, terutama
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Pertemuan ini merupakan forum untuk
membahas masalah yang menjadi perhatian seluruh atau sejumlah guru secara
bersama-sama. Rapat dewan guru merupakan sarana komunikasi langsung antara
kepala sekolah dan semua guru serta antarsesama guru. Karena itu rapat dewan
guru merupakan salah satu wahana untuk melaksanakan kegiatan pembinaan
profesional.
Tujuan rapat
dewan guru secara umum adalah 1) mengatur dan menghimpun potensi guru yang
berbeda tingkat pendidikan, pengalaman, dan kemampuan sebagai upaya untuk
mengembangkan kualitas sekolah, 2) mendorong guru untuk memahami dan
melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dengan sebaik-baiknya, 3)
menentukan cara untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran, dan 4)
meningkatkan arus komunikasi dan informasi antarguru, termasuk kepala sekolah.
- Penataran
Penataran
merupakan salah satu teknik pembinaan yang sering digunakan, oleh karena itu
kegiatan penataran perlu diikuti dengan usaha tindak lanjut untuk menerapkan
hasil-hasil penataran. Usaha tindak lanjut ini dapat berupa kegiatan pembinaan
langsung dengan memberikan bantuan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan
guru di lapangan. Suatu penataran efektif sebaiknya keterlibatan penatar lebih
berdasarkan dari penatar.
Kegiatan
penataran hendaknya menerapkan prinsip-prinsip yaitu 1) penatar lebih banyak
berfungsi sebagai fasilitator, 2) penatar lebih banyak kegiatan, 3) penatar
dapat menerapkan asas belajar sambil mencoba atau atas asas belajar sambil
melakukan sendiri sehingga seusai penataran guru dapat menerapkan gagasan
penataran di sekolah dan menularkannya kepada rekan guru lainnya, dan 4)
penatar sebaiknya banyak menggali gagasan peserta untuk dijadikan titik tolak
pengenalan gagasan.
- Kunjungan antarkelas
Melalui
kunjungan antarkelas setiap guru akan memperoleh pengalaman baru tentang proses
pembelajaran, pengelolaan kelas, dan metode pembelajaran. Kunjungan antarkelas
akan lebih efektif jika disertai kesempatan berdialog tentang hal-hal yang
menarik perhatian guru tamu dengan guru yang dikunjungi. Pada kunjungan
antarkelas mungkin guru berkesempatan untuk berkunjung berkali-kali dengan
mengadakan magang. Guru magang dapat berperan serta secara aktif di kelas
sehingga dapat langsung mengalami dan mendiskusikan setiap kegiatan
pembelajaran. Dengan demikian guru magang dapat berkomunikasi secara intensif
dengan guru kelas.
Tahapan selama
kunjungan kelas adalah 1) tahap pertama, mengamati kegiatan pembelajaran di
kelas yang dikunjungi, 2) tahap kedua, menyiapkan kegiatan pembelajaran
bersama-sama dengan guru kelas, dan 3) tahap ketiga, melakukan kegiatan
pembelajaran bersama dengan guru kelas yang bertindak sebagai pengamat dan bila
perlu memberikan bantuan langsung dalam suatu pengajaran tim. Tahap selanjutnya
dapat mengulangi tahap tersebut secara sistematis dan berulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar