RESUME
PENDEKATAN
SUPERVISI
( GURU IDEAL )
ELVA RIWAN
95827 / 2009
ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur saya ucapkan kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan karunia-nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas Ini dengan judul “guru ideal” dalam mata pendekatan supervise.
saya
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan resume ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan tugas-tugas berikutnya. akhir kata, kami berharap semoga resume ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Padang, 12 Februari 2012
Penulis
GURU IDEAL
Guru adalah mahluk paling di perhatikan belakangan ini, bukan saja dari profesionalismenya
tapi mencakup seluruh aktivitas kesehariannya. Guru di anggap manusia yang
harus bertindak sempurna , Guru seakan di tuntut untuk bertindak seakan seperti
mahluk yang harus bersih dari segala bentuk tindak amora.
Menurut
Ruslan (2008) ada tiga jenis tatanan utama yang harus diahadapi dan harus mampu
diatasi sosok seorang pendidik dan melaksanakan tugas kependidikannya, yakni
tantangan umum, tantangan sosial dan tantangan profesi di lembaga pendidikan
dalam menghidupi diri dan keluarganya. Untuk mengatasi ketiga tantangan
tersebut tidaklah bijak jika seluruh upaya dibebankan hanya diatas pundak
pendidik saja, tetapi wajib melibatkan partisipasi penuh dari pihak pemerintah,
orangtua peserta didik dan masyarakat pada umumnya. Ketidakmampuan sosok
seorang pendidik dalam mengatasi ketiga jenis tantangan tersebut akan
mengakibatkan rendahnya kualitas lulusan dan kualitas pendidikan pada umumnya,
serta menurunnya nilai-nilai peradaban bangsa di masa depan.
Memang dalam
masalah ekonomi, seorang guru juga membutuhkan pemenuhan kesejahteraan agar ia
tidak kesulitan untuk membentuk kualitasnya sebagai seorang pengajar (Nurani
Soyomukti, 2008). Bagaimana mungkin seorang guru akan membaca buku-buku dan
belajar giat untuk menambah stock of knowledge jika untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari tidak cukup. Padahal apabila guru mengetahui sejumlah
ilmu pengetahuan yang luas, maka guru seharusnya bisa menjadi teladan bagi
peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok
orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat digugu dan
ditiru, diikuti dan dicontoh (Hamzah B Uno, 2007).
Oleh karena
itu, agar proses pembelajaran berhasil dan mutu pendidikan meningkat, maka
diperlukan guru yang memahami dan menghayati profesinya, dan tentunya guru yang
memiliki wawasan pengetahuan dan ketrampilan sehingga membuat proses
pembelajaran aktif, guru mampu menciptakan suasana pembejaran inovatif, kreatif
dan menyenangkan. Untuk menjadi guru profesional juga memerlukan pendidikan dan
pelatihan serta pendidikan khusus (Isjoni, 2007). Motifasi lain yang mendorong
perlunya dilakukan bergagai bentuk pendidikan dan pelatihan, karena informasi
diperoleh bahwa masih banyak daerah-daerah yang belum menjadikan pendidikan dan
pelatihan terhadap guru sebagai suatu kebutuhan mendasar. Bahkan masih ada kita
mendengar guru-guru yang belum pernah sekalipun mengikuti pendidikan dan
pelatihan terutama guru-guru yang bertugas di daerah marjinal atau terpencil.
Banyak guru bantu dan sukarela mengabdi disekolah dengan honor yang sangat
tidak mencukupi, bahkan ada yang tidak mendapat gaji/tunjangan apapun. Karena
sangat terbatasnya fasilitas-fasilitas belajar mengajar dipelosok desa, tentu
saja mempengaruhi terhambatnya pengembangan kompetensi profesional pada guru.
Akan tetapai terlepas dari segala kekurangan yang ada, pengorbanan para guru di
pedalaman ini pantas dapat penghargaan khusus dari berbagai pihak.
Ciri pokok
profesional adalah apabila seseorang memiliki komitmen yang mendalam terhadap
tugasnya (Martinus Yamin, 2008). Kecintaan terhadap tugas ditunjukkan dalam
bentuk curahan tenaga, waktu dan pikiran serta penerapan disiplin yang baik dan
kuat dalam proses pendidikan akan menghasilkan mental, watak dan kepribadian
yang kuat. Karena itu diharapkan para lulusan lembaga pendidikan guru di masa
mendatang dapat menunjukkan dirinya sebagai guru otonom dan profesional dengan
daya kreatifitas yang tinggi dalam mengelola pembelajaran, inovatif dalam bidangnya
dan bidang lainnya, serta tidak pernah puas bila sudah mengajarkan bahan
pelajaran (Paul Suparno dkk, 2001). Guru yang otonom berarti guru yang juga
sebagai pemikir dan perancang bahan pelajaran yang kritis dan analitis serta
berani mengungkapkan berbagai gagasan kreatifnya.
Disamping
itu, guru seharusnya dinamis, bersemangat untuk selalu mencari dan mempelajari
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan ketrampilan terkini yang selalu berkembang
setiap hari. Dalam istilah Drost (1998) dikatakan sebagai on going
formation, menyempatkan diri dengan penuh gairah untuk belajar terus
menerus. Dan cara yang baik bukan lewat penataran, tetapi lewat membaca buku
atau majalah profesional, mengikuti kursus lisan dan tertulis, mengikuti
lokakarya dan seminar yang berbobot, yang mana cara-cara ini menuntut adanya
semangat, ketekunan dan rasa tanggung jawab.
Selain hal
itu, guru sejatinya memiliki sejumlah kecerdasan untuk membantu menjadi tenaga
profesional. Tingkat kecerdasan seseorang diukur dengan keintelektualan,
emosional, sosial, moral dan spiritual. Seorang guru yang pada dirinya terdapat
kecerdasan-kecerdasan tersebut, ia patut diberi apresiasi dengan sebutan guru
ideal (dan profesional). Selanjutnya, karakteristik guru ideal diantaranya
adalah 1) guru mampu memahami dan melaksanakan tugas dan perannya dengan baik
dan benar; 2) kompetensi profesional, materi, metode, psikologi, pengembangan
profesi (seperti karya ilmiah dan karya tulis); 3) guru sebagai pengajar dan
juga pembelajar. Karena ada suatu hal yang guru tidak tahu dan dia tahu bahwa
dia tidak tahu, maka dia sendiri merupakan subyek pembelajaran (E. Mulyasa,
2006). Oleh karenanya dengan kesadaran bahwa guru tidak mengetahui sesuatu,
maka dia berusaha mencarinya melalui kegiatan penelitian. Dalam hal ini Paulo
Friere (2001) menyatakan bahwa pendidikan yang membebaskan adalah situasi
dimana guru dan siswa sama-sama harus belajar, sama memiliki subyek kognitif,
selain juga sama memiliki perbedaan; 4) mengikuti proses kemajuan zaman,
inovatif, kreatif dan menggunakan alat peraga yang bervariasi; 5) memiliki
spiritual yang tinggi seperti disebutkan Al-Ghazali bahwa guru hendaknya
memberikan nasehat dan bimbingan kepada murid berorientasi bahwa tujuan
menuntut ilmu
Guru
sebagai sumber daya pendidikan memegang peranan yang sangat strategis dalam
proses pembelajaran. Peran penting tersebut terutama dalam membentuk watak
bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.
Disadari bahwa pengelolaan sumber daya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
terikat dan dipengaruhi oleh sumber daya lain termasuk perilaku personil yang
bertanggung jawab dalam organisasi pendidikan (sekolah). Hampir seluruh
kegiatan yang dikelola sekolah selalu berkaitan dengan tenaga guru. Kegiatan
pokok sekolah tidak akan berjalan lancar bila tidak didukung oleh tenaga guru
yang berkualitas.
Agar
guru sebagai aspek sumber daya manusia yang berperan di sekolah dapat berfungsi
efektif dan efisien maka perlu dideskripsikan profil guru ideal yang dibutuhkan
di sekolah, yang tentunya harus sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang
persyaratan tenaga guru.
Bagaimana
profesional guru itu seharusnya. Profil ideal tersebut meliputi:
1. Memiliki
Kompetensi Kepribadian, yaitu kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan berakhlak mulia, dengan indikator :
1) Memiliki
kepribadian yang mantap dan stabil.
2) Memiliki
kepribadian yang dewasa.
3) Memiliki
kepribadian yang arif.
4) Memiliki
kepribadian yang berwibawa.
5) Memiliki
akhlak mulia dan dapat menjadi teladan
2. Memiliki
Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta
didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis, dengan indikator
sebagai berikut :
1) Memahami
peserta didik.
2) Merancang
pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran.
3) Melaksanakan
pembelajaran.
4) Merancang
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
5) Mengembangkan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
3. Memiliki
Kompetensi Profesional, merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan
materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup
penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah
wawasan keilmuan sebagai guru. Indikatornya adalah :
1) Menguasai
substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
2) Menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan
memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4. Memiliki
Kompetensi Sosial, yaitu berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar, dengan
indikator :
1) Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
2) Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
3) Mampu
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik
dan masyarakat sekitar.
Sebagai
seorang guru, kompetensi – kompetensi yang telah disebutkan tidaklah
terlalu muluk untuk diwujudkan atau harus terus berusaha dimiliki oleh seorang
guru. Sekarang jika kita adalah seorang guru, kita perlu bertanya, sudahkah
kompetensi – kompetensi tersebut ada pada kita
Ø SYARAT-SYARAT GURU IDEAL
Menurut KH. Moh. Hasyim Asy’ari,
syarat guru ideal ada 20 macam yaitu:
- Selalu istiqomah dan muraqabah
kepada tuhan dengan melakukan introspeksi untuk perbaikan.
- Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah)
dalam segala ucapan dan tindakan.
- Senantiasa bersikap tenang.
- Senantiasa bersikap wara’, yakni meninggalkan
perkara syubhat dan perkara yang tidak bermanfaat.
- Selalu bersikap tawadhuk, merendahkan diri dan
melembutkan diri terhadap makhluk, atau patuh kepada kebenaran.
- Selalu bersikap khusyuk kepada Allah.
- Menjadikan Allah sebagai tempat meminta
pertolongan dalam segala keadaan.
- Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga
mencapai keuntungan duniawi, baik jabatan, harta, popularitas, dll.
- Tidak diskriminatif terhadap murid.
- Bersikap zuhud dalam urusan dunia.
- Menjauhkan diri dari tempat-tempat maksiat,
menjaga diri dari perbuatan yang tidak terpuji.
- Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah
dan hina menurut manusia, juga hal-hal yang dibenci syariat dan adat
setempat.
- Berpegang pada kebenaran, amar ma’ruf nahyi
munkar.
- Menegakkan sunah-sunah dan menghapuskan bid’ah.
- Membiasakan diri melakukan sunnah yang bersifat
syariat, baik qauliyah atau fi’liyah.
- Bergaul dengan akhlaqul karimah.
- Membersihkan hati dan tindakan dari akhlak yang
jelek dan dilanjutkan dengan tindakan yang baik.
- Senantiasa bersemangat mengembangkan ilmunya.
- Memiliki pandangan plural, tidak
membeda-bedakan nasab, dan usia dalam mengambil hikmah dari semua orang.
- Membiasakan diri menyusun dan merangkum
pengetahuan.
Ø KOMPETENSI
Guru termasuk
salah satu tenaga yang profesional yang memiliki beberapa tugas tertentu. Dalam
UU RI No.2 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas
1) merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran;
2) menilai
hasil pembelajaran;
3) melaksanakan
bimbingan dan pelatihan;
4) melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.
Kelihatannya
tugas guru sederhana tetapi sejatinya cukup berat untuk dilaksanakan oleh
sebagian guru.Masalah yang muncul sekarang adalah kelemahan utama yang ada pada
guru yang berupa kurangnya di bidang pengembangan profesi. Bagi guru yang telah
memenuhi kualifikasi akademik saja masih banyak kesulitan atau kekurangan
kemampuan dalam pengembangan profesi akademiknya maupun pengembangan profesinya
(Welas Waluyo, 2007), seperti keikutsertaan lomba akademik, penyusunan buku,
penulisan artikel di media cetak, dan seperti penelitian dan pengabdian masyarakat.
Hal itu (mungkin saja) disebabkan karena kesulitan dan kemalasan pada diri
pribadi guru, sikap egoisme yang berlebihan, tidak mau bertanya dan belajar.
Kendala karena kurang minatnya membaca dan menulis, serta lainnya yang intinya
minimnya motifasi untuk menciptakan karya ilmiah yang dapat menunjang profesi
guru.
Guru
profesional dituntut sedikitnya memiliki tiga kecakapan (Wawasan, 14/12/2008)
yaitu pertama, kompetensi kognitif, yang meliputi pengetahuan
kependidikan dan pengetahuan mata pelajaran yang akan diajarkan guru. Kedua,
kompetensi efektif yang meliputi perasaan dan emosi, yakni sikap dan
perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan. Dan ketiga, kompetensi
psikomotor, yang meliputi ketrampilan/ kecakapan yang bersifat jasmaniah, yang
pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Untuk diikuti
sebagai bagian dari kompetensi profesional guru, ketrampilan (atau
kompetensi-kompetensi) itu harus dapat dipraktekkan berulang-ulang walau
bentuknya tidak sama persis tetapi sesering mungkin bukan hanya kebetulan
terjadi satu kali (Wragg, 1997).
Pada bagian lain, sebagai sebuah profesi,
sudah sewajarnya guru diperlakukan secara profesional sesuai dengan hak-hak
profesionalnya, termasuk kesejahteraan. Namun demikian, guru juga harus
menepati kewajiban-kewajiban secara baik, penuh tanggung jawab dan profesional
(Agus Mutohar, 2008). Guru juga sebagai pemimpin (manajerial) yang memimpin,
mengendalikan diri, upaya mengarahkan, pengawasan, pengorganisasian,
pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan (Abdul Khobir, 2007).
Di sini guru dituntut untuk dapat mengatur dan mengelola situasi dan kondisi
siswa (di kelas dan di sekolah) sedemikian rupa agar proses belajar mengajar
berjalan dengan mulus dan menyenangkan sehingga pemindahan materi ilmu
pengetahuan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik.
Ada dua
bentuk strategi keteladanan para guru, yaitu pertama, yang disengaja dan
dipolakan sehingga sasaran dan perubahan perilaku dan pemikiran anak sudah
direncanakan dan ditargetkan, yaitu seorang guru sengaja memberi contoh yang
baik kepada muridnya supaya dapat menirunya. Kedua, yang tidak disengaja, dalam
hal ini guru terampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh dalam
kehidupannya sehari-hari (Radar Pekalongan, 25/5/2009). Namun pada umumnya,
guru (dosen dan para ahli pendidikan) di negeri ini mengajarkan kehidupan
pragmatis dan konsumtif, maka hasilnya kita menjadi orang yang sangat
mengagungkan semua penyelesaian semua masalah ini dengan cara pragmatis,
instant, tidak mau bersusah payah, tidak mau antri, tidak mau sesuai prosedur,
bahkan beberapa hal kita sudah tidak peduli lagi dengan proses (A. Khoirudin,
2005). Contohnya guru menyuguhkan soal dengan format multiple choice (pilihan
ganda) dengan alasan mudah mengoreksinya.
Oleh sebab
itu, guru yang teladan harus profesional dalam menjalankan segala tugasnya
(utamanya) sebagai pendidik, tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku dan tentunya memiliki setidaknya empat kompetensi,
yakni kompetensi pedagogik, kompetensi akademik, kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian (Joko Susilo, 2007). Dengan kompetensi pedagogik,
memungkinkan guru dapat menggunakan metode mengajar dan mendidik dengan benar.
Kompetensi akademik yang menggambarkan seseorang memiliki kemampuan berpikir
secara ilmiah. Sedangkan dengan adanya kompetensi sosial dan kepribadian,
diharapkan guru memiliki jiwa sosial, kepedulian yang tinggi terhadap
masyarakat dan juga memiliki karakter dan moral yang mulia.
Syarat
kepemilikan empat kompetensi diatas, bukanlah persoalan mudah manakala dimaknai
tidak sekedar dimensi teoritis, tetapi lebih pada dimensi praktis (Rosidah,
2004). Kompetensi pedagogik mengharuskan guru mempunyai jiwa pendidik yang
mendarah daging. Artinya, nilai-nilai pendidikan tidak sekedar dihafal secara
teoritis, tetapi telah menjadi bagian dari perilaku dirinya. Begitu pula dengan
kompetensi kepribadian mengisyaratkan adanya kepemilikan pribadi yang paripurna
(insan kamil). Dengan demikian diharapkan pribadi guru menjadi personifikasi
nilai-nilai, bukan sekedar kamuflase sehingga menjadi contoh nyata yang dapat
diteladani siswa. Kompetensi sosial tentu bermakna lebih luas lagi, guru
dituntut untuk mampu berperan maksimal dan ideal dalam berbagai tatanan
pergaulan dengan berbagai kalangan dan fariasi pandangan. Kompetensi
profesional menyangkut bidang profesinya misalnya guru Bahasa Inggris harus
mampu membuat desain pembelajaran Bahasa Inggris, mengajarkannya, mengadakan
pengamatan proses dan mengevaluasinya.